Secara garis besar, berinvestasi di properti
menguntungkan. Terlebih kalau pintar membaca prospek masa depan suatu kawasan
yang sudah tergambar dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) pemerintah yang bisa
diakes di kantor kecamatan atau Pemda setempat.
Meski begitu tetap ada risikonya. Misalnya
saja mengalami penurunan harga.
Contoh, seseorang yang sudah terlanjur membeli
unit apartemen dengan harga tinggi bisa menderita kerugian jika harga unit itu
mengalami ‘titik jenuh/tertinggi.’ Ketika kondisi itu terjadi maka mau tak mau
harga akan turun.
Lain halnya bila membeli unit di harga yang
masih wajar, potensi harga naik relatif terbuka lebar. Dan utamanya, peluang
untuk harga turun atau jatuh lebih tipis dibanding kalau beli saat harga di
posisi paling tinggi.
Dari hasil analisisnya disimpulkan ada empat
faktor utama yang harus dimiliki dari setiap apartemen adalah lokasi, keamanan,
harga, dan privasi. Di samping itu ada faktor tambahan lagi yang mesti
dicermati yakni dari segi etnis yaitu gaya hidup, kebiasaan, dan kultur
penghuninya.
Sekali-kali baca deh hasil penelitian tentang
apartemen.....
Yang pasti, tak ada rumus baku yang bisa jadi
pegangan untuk menentukan harga unit itu sedang ada di puncak atau di titik
yang wajar. Masalah fluktuasi harga ini sangat tergantung kondisi di daerah
masing-masing apartemen itu.
Alhasil, wajib hukumnya untuk ‘survei’ dan
mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang sebuah apartemen – sebelum
memboyongnya. Tentu informasi itu harus valid. Cek dengan seksama dan
bandingkan tren kenaikan apartemen di suatu tempat dengan properti lainnya.
Meski
begitu, tetap tak dapat dipungkiri bahwa insting mesti bermain di sini. Insting
untuk membaca situasi dengan tepat. Hal lainnya yang turut menentukan adalah
faktor hoki yang berperan dalam tingkat keberhasilan menemukan apartemen yang
punya masa depan bagus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar