Seperti halnya sektor bisnis
lain, bisnis properti pun dikenakan sejumlah pajak yang diatur dalam hukum
perpajakan. Ada tiga komponen pajak penting yang perlu diketahui pemilik,
pembeli, dan penyewa rumah, yakni Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak
Penghasilan (PPh), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
ditetapkan berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1985 dan mulai berlaku sejak
Januari 1986. Menurut ketentuan Undang-undang tersebut, bukan saja pemilik
tanah dan bangunan yang wajib membayar PBB, tetapi juga penyewa atau siapa saja
yang memanfaatkannya.
Batas nilai jual properti yang
kena pajak, minimal sebesar Rp8 juta. Tetapi undang-undang ini juga
memungkinkan pengurangan pajak maksimal 75%, bahkan untuk objek pajak yang
terkena bencana alam akan diberikan pengurangan pajak hingga 100%.
Dasar pengenaan pajak adalah
nilai jual objek pajak (NJOP), dan besarnya PBB yang terutang oleh setiap wajib
pajak adalah 0,5% dikalikan Nilai Jual Kena Pajak. Besarnya NJOP ditetapkan
setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan. Tetapi untuk daerah-daerah
tertentu—sesuai dengan perkembangan daerahnya—NJOP dapat ditetapkan setiap
tahun.
Besarnya nilai PBB yang harus
dibayar oleh setiap pemilik/pengguna rumah, umumnya sudah ditetapkan oleh
Kantor Pelayanan Pajak setempat melalui penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT) yang dikeluarkan setiap tahun. Dalam SPPT tercantum nama wajib
pajak, besarnya pajak yang harus dibayar dan perhitungannya, serta di bank mana
pajak itu harus dibayar.
Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan (BPHTB)
Jenis pajak ini diatur oleh
Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 dan terhitung efektif mulai 1 Januari 1998.
Dalam undang-undang ini, yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas
tanah dan bangunan oleh pribadi atau badan, yang meliputi:
a. Jual Beli.
b. Tukar-menukar.
c. Hibah.
d. Hibah Wasiat.
e. Hadiah.
f. Pemasukan dalam perseroan atau
badan hukum lainnya.
g. Pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan.
h. Penunjukan pembeli dalam
lelang.
i. Pelaksanaan putusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap.
j. Pemberian hak baru karena
kelanjutan pelepasan pajak dan di luar pelepasan hak.
Sementara yang tidak dikenakan
BPHTB adalah:
a. Perwakilan diplomatik,
konsulat berdasarkan azas timbal balik.
b. Negara.
c. Badan atau Perwakilan
Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh menteri.
d. Orang pribadi atau Organiasi
karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan
nama.
e. Wakaf.
f. Warisan.
g. Digunakan untuk kepentingan
ibadah.
Besarnya tarif pajak (bea)
ditetapkan sebesar 5% yang dikenakan kepada pemilik atau pembeli rumah. Nilai
yang diwajibkan membayar pajak dibatasi di atas Rp30 juta.
Pajak Penghasilan (PPh)
PPh diatur melalui Peraturan
Pemerintah No. 48 Tahun 1994, dimana atas penghasilan yang diterima oleh
pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang jumlahnya
lebih dari Rp60 juta.
Pengalihan hak atas tanah dan
bangunan terdiri atas:
a. Penjualan, tukar-menukar, dan
perjanjian hak. Pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain
yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah.
b. Penjualan, tukar-menukar,
pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain, kepada pemerintah untuk
pembangunan, termasuk untuk kepentingan umum, baik yang memerlukan atau tidak
memerlukan persyaratan khusus.
Besarnya PPh adalah 5% (lima
persen) dari jumlah bruto nilai penghasilan atas hak atas tanah dan bangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar